Nasional (Cindai.id) _ Kepulauan Anambas, salah satu wilayah perbatasan terindah di Indonesia, kini berada di persimpangan jalan antara kemajuan dan kemunduran. Demikian kritik yang disampaikan oleh Ir. Fachrizal yang akrab disapa Ical Long Enon, General Manager di perusahaan minyak dan gas, dari negeri yang nun jauh di Maputo, Afrika 10 Agustus 2025.
Ical Long Enon yang merupakan putra kelahiran Tanjong Terempa, Anambas adalah General Manager di industri minyak dan gas dengan pengalaman panjang. Lebih dari 30 tahun mengelola operasi di wilayah strategis Indonesia dan belahan dunia lain. Berbagai pengalamannya di sektor energi. Pernah bekerja di Amerika, Eropa, Singapore dan sekarang di Afrika. Membuatnya memiliki perspektif unik dalam mengkritisi pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan daerah.
Bahkan Ical juga pernah mencoba peruntungan mengabdi ditanah kelahirannya dengan maju sebagai kontestan Pilkada Anambas tahun 2020 lalu melalui jalur independen.
Dalam tulisannya, Ical menggambarkan Anambas sebagai “Surga di Perbatasan” yang kaya sumber daya, namun minim infrastruktur, dan menghadapi ancaman kerusakan lingkungan.
“Kaya, namun rapuh. Strategis, namun terabaikan. Anambas seharusnya menjadi contoh sukses pembangunan berkelanjutan, bukan korban dari kelalaian,” tegas Ical.
Ia menyoroti fakta bahwa sebagian besar keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam mengalir keluar wilayah, sementara masyarakat lokal kerap hanya menjadi buruh sementara tanpa transfer teknologi atau keterampilan jangka panjang. Ancaman pencemaran laut dan degradasi ekosistem juga menjadi perhatian utama.
Namun, di balik kritiknya, Ical menawarkan solusi yang jelas: pembangunan infrastruktur transportasi dan digital, pengembangan industri berbasis masyarakat seperti pariwisata bahari dan perikanan modern, penerapan standar lingkungan ketat di sektor migas, serta pendidikan vokasi untuk mencetak SDM lokal yang siap bersaing.
“Cinta pada Anambas membuat saya kritis. Membiarkan ia rusak adalah pengkhianatan. Kita masih punya waktu, tapi harus bergerak sekarang,” ujarnya.
Ical berharap tulisannya ini dapat memicu diskusi serius di kalangan pemerintah daerah, industri, dan masyarakat mengenai masa depan Anambas. Ical menekankan bahwa pilihan ada di tangan semua pihak. Membiarkan Anambas menjadi daerah kaya yang tetap miskin, atau menjadikannya model pembangunan berkelanjutan di wilayah perbatasan Indonesia. (Red)