Natuna (Cindai.id) _ PT. Multi Mineral Indonesia (PT.MMI) salah satu perusahaan tambang pasir silika pemegang Izin Usaha Oprasi Produksi (IUP OP) dengan luas 2.366 hektar. Aktif melakukan kegiatan tambang di Desa Kelarik dan Desa Kelarik Utara, Kecamatan Bunguran Utara, Kabupaten Natuna dan sudah melakukan expor ke China sebanyak dua kali.

Baca Juga: Menelusuri Kesimpangsiuran Perizinan Hingga Expor Tambang Pasir Silika PT. MMI
Berdasarkan informasi dan data yang diterima cindai.id dan sudah diverifikasi, terdapat beberapa persoalan yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan yang timbul akibat kegiatan usaha tambang PT. MMI. Mulai dari penerbitan perizinan, kegiatan penambangan, pembangunan dermaga atau Terminal Khusus (Tersus) hingga ekspor.
PT. MMI Sudah Ekspor Sebanyak Dua Kali
Tempo hari saat awak media ini mengkonfirmasi Direktur Utama PT. MMI, Ady Indra Pawennari menyatakan baru melakukan uji coba ekspor sebanyak 26.000 MT.
“Sejak November tidak ada kegiatan ekspor di Natuna karena gelombang cukup tinggi. Baru ujicoba, tapi tidak bisa dilanjutkan karena cuaca tidak bersahabat. Kita datangkan Mother Vessel kapasitas 50.000 MT, tapi hanya mampu muat sekitar 26.000 MT, kita stop karna cuaca tidak bersahabat dan meminta Mother Vessel untuk berlayar menuju China meski muatan tidak penuh. Pertimbangannya demi keselamatan pekerja dan armada di laut,” terang Ady pada Senin (03/02/2025).
Baca Juga: Lokasi Geopark Terbit Izin Tambang Silika, Kadis Pariwisata Natuna: Kita Akan Tolak
Berbeda dengan pernyataan Muhammad Darwin, Kepala Dinas ESDM Kepri.
“Untuk penjualan (termasuk ekspor) ada lembaga survey independen yang menghitung tonase. Pemegang IUP wajib menyampaikan laporan triwulan. PT.MMI produksinya 95.000 ton, Penjualan 51.900 ton,” terangnya pada Senin (03/02/2025).
Sejalan dengan pernyataan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Natuna, Suryanto dihubungi awak media ini membenarkan bahwasanya PT. MMI sudah melakukan kegiatan expor dan sudah membayar pajak ke Pemda Natuna.
“Berdasarkan Dokumen Laporan Surveyor (LS) ekspor dua kali. Jumlah ekspor 25.500 MT dan 26.400 MT. Total 51.900 MT. Sesuai Perda kali harga patokan dan kali tarif disetor 1.297.500.000,” terangnya pada Kamis (06/02/2025).
Lebih lanjut Suryanto mempertegas bahwa data jumlah tonase sudah sesuai dengan milik pihak Bea Cukai dan Surveyor.
“Kami sudah cek langsung ke Bea Cukai dokumennya sama dengan yang diberikan ke kami termasuk ceklisnya. kita sudah melakukan monitoring kelapangan pak, kemudian pihak Bea Cukai dan surveyor yang resmi ditunjuk dan kami cek juga di pajak pun sama nilai ekspornya dan nilai tonasenya,” tambahnya.
Baca Juga: Miris, Hampir Keseluruhan Pulau Subi Besar Jadi Wilayah Tambang Pasir Silika
Kenapa ada perbedaan pernyataan Direktur Utama PT. MMI, Ady Indra Pawennari dengan Muhammad Darwin, Kepala Dinas ESDM Kepri serta Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Natuna, Suryanto dalam hal jumlah yang sudah diekspor?
Kuat Dugaan Membangun Pelabuhan Tersus Diluar Izin
PT. MMI membangun Terminal Khusus (Tersus) di wilayah Desa Kelarik Air Mali dikabarkan tidak melibatkan aparat desa serta diduga kuat membangun atau melakukan reklamasi diluar Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) atau diluar izin yang mereka miliki hingga dikenakan denda.
Kepala Desa Kelarik Air Mali, Supriadi melalui sambungan telepon mempertegas terkait lokasi Tersus milik PT. MMI yang berada di wilayah Desanya.
“Kalau terkait izin pelabuhannya kurang tahu kita Pak, karna ijinnya di Provinsi sana. Kalau konsultasi publik kemaren, saya tak ikut. Yang ikut itu Pak Kades Zulkifli yang diutus dari Desa Kelarik ke Tanjungpinang,” terang Supardi pada Senin (03/02/2025).
Baca Juga: Menelusuri Jejak Perizinan Tambang Silika Natuna
Berdasarkan keterangan sumber yang berhasil dikonfirmasi awak media ini membenarkan isu PT. MMI didenda karna melakukan reklamasi di luar PKKPRL.
“Pada 1 Oktober 2024, PT. MMI sudah bayar denda sekitar 113 juta. Denda administrasi pelanggaran atas pemanfaatan ruang laut seluas 2,296 ha (hektar). Kegiatan mereka sudah memiliki KKPRL. Dari total luasan denda hitungannya reklamasi eksisting 1,87, total area 2,45 ha, namun yang disetujui pimpinan untuk denda nya 2,296 ha,” terang sumber yang tak mau namanya disebutkan, Jumat (07/02/2025).

Hal ini terkonfirmasi berdasarkan pernyataan pihak Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Batam.
“Kalau abang tanya di dendanya kenapa, di sangsi karna dia melakukan kegiatan reklamasi diluar PKKPTLnya. Dia ada KKPRL, kelewat lokasinya. Jadi dia akan memperlebar menambah perizinan KKPRL. Dia belum di Pertek (Persetujuan Teknis) masih dalam proses pengajuan. Apakah diterbitkan atau tidak, belum diproses. Masih di Jakarta. Sebatas pengetahuan saya gitu,” terang sumber dari PSDKP ini.
Direktur Utama PT. MMI, Ady Indra Pawennari dikonfirmasi hanya memberikan tanggapan singkat.
“Nanti saya buatkan penjelasannya ya. Saya masih mengikuti HPN di Banjarmasin,” balasnya melalui pesan singkat whatsapp pada Jumat (07/02/2025).
Kegiatan ekspor yang dilakukan melalui pelabuhan yang tidak memiliki izin dapat dianggap ilegal. Hal ini karena penggunaan pelabuhan atau terminal khusus untuk kegiatan ekspor harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dapat diketahui bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 344 menyatakan bahwa setiap pelabuhan yang beroperasi harus memiliki izin dari pemerintah. Penggunaan pelabuhan yang tidak berizin dapat dikenakan sanksi administratif dan pidana. Kemudian dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan Pasal 89 menyebutkan bahwa terminal khusus (TUKS) harus memiliki izin operasional dari pemerintah dan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri.
Jadi boleh dikatakan setiap terminal khusus yang digunakan untuk kegiatan ekspor harus mendapatkan izin operasi dari Kementerian Perhubungan. Jika tidak berizin, aktivitas yang dilakukan di terminal tersebut dianggap tidak sah atau illegal. (Red)