Anambas (Cindai.id) _ Disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan T.P. Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 serta Surat Perintah Penahanan (T-2) Nomor: PRINT-09/l.10.13.8/Fd.2/01/2025 tanggal 09 Januari 2025, an. tersangka BS ditahan selama 20 (dua puluh) hari di Rutan Polres Kepulauan Anambas oleh Kejaksaan Negeri Kepulauan Anambas.
Setelah melewati proses penyidikan, penyidik Kejari Kepulauan Anambas menetapkan BS sebagai tersangka korupsi proyek Puskesmas Siantan Selatan tahun 2019 dan melakukan penahanan.
Dalam perkara, BS berkedudukan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Anambas saat itu.
Setelah keluarnya surat perintah penyidikan (P-8) Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Anambas yang diperbaharui tanggal 4 November 2024 dan dengan alat bukti kuat menetapkan BS sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Kejari Kepulauan Anambas berhasil mengumpulkan empat alat bukti di antaranya keterangan 14 orang saksi, keterangan ahli dari auditor Inspektorat Anambas, surat laporan hasil audit penghitungan kerugian negara dan penyitaan 59 dokumen.
“Berdasarkan hasil penyidikan dan alat bukti yang kuat dan sah, kami menetapkan BS sebagai tersangka dalam kasus tipikor Puskesmas Siantan Selatan,” ucap Kepala Kejari Kepulauan Anambas, Budhi Purwanto, Kamis (9/1/2025).
Budhi mengungkapkan, nilai kontrak proyek Dinas Kesehatan tahun 2019 itu sebesar Rp 7.783.215.755. Namun hasil audit Inspektorat mengalami kerugian negara sebanyak Rp 880.403.114.00.
Lanjut Budhi, timbulnya kerugian negara itu berawal saat BS menyetujui permohonan pembayaran uang muka 30 persen yang diajukan penyedia meskipun permohonan tidak dilengkapi persyaratan yang ditentukan.
BS lantas melakukan pembayaran termin 25 persen dan telah menerima angsuran pengembalian uang muka 25 persen dari jumlah uang muka yang diterima penyedia pekerjaan konstruksi. Sedangkan sisa pengembalian uang muka sebesar 75 persen akan dilakukan pemotongan secara proporsional pada pembayaran termin selanjutnya.
Penggunaan uang muka yang tidak terencana oleh penyedia dan kurangnya pengendalian dalam pelaksanaan kontrak oleh PPK menyebabkan keterlambatan penyelesaian pekerjaan hingga berakhirnya masa kontrak kerja sehingga PPK melakukan pemutusan kontrak.
“Jaminan uang muka yang diserahkan pihak penyedia pekerjaan konstruksi tidak pernah diajukan klaim atau tuntutan pencairan oleh PPK hingga berakhirnya masa berlaku klaim atau pencairan tersebut,” jelas Budhi.
Disinggung kemungkinan adanya tersangka lainnya dalam perkara itu, pihaknya bakal mempelajari jika mendapatkan alat bukti yang cukup dan sah.
“Ya tak menutup kemungkinan sepanjang alat bukti mencukupi bisa saja ada tersangka lainnya. Kita lihat saja nanti,” pungkasnya.(Red)