Oleh: Johari, SH. M.Si, Pengamat Sosial Asal Anambas | Opini.
“TIDAK ADA NEGERI MISKIN, KECUALI SALAH KELOLA (Peter Drucker)”
Opini (Cindai.id)_ Peringatan ulang tahun atau hari ulang tahun selalu dirayakan dengan berbagai cara, kerap kali itu dilakukan dengan acara khidmat dan sakral yang penuh makna historikal, agar kejadian itu kekal abadi dalam ingatan. Agar tidak terkesan cuma jadi seremonial belaka, tentu akan lebih baik dievaluasi dalam perjalanan waktu dengan berbagai peristiwa paling tidak dalam jangka waktu 1 tahun terakhir, usia yang sudah dilewati itu ternyata faktanya tidak lagi muda, bahkan tergolong menjelang dewasa dan tentu tidak berapa lama kemudian akan menjadi tua. Jangan sampai tua belum, muda terlampau. Seharusnya jadi tua tua kelapa, makin tua makin berminyak. Bukan makin tua makin tidak ada apa-apa. Apalagi jika peringatan acara ultah itu terkesan seremonial sudah berulang-ulang kali akan tetapi tidak disertai dengan kontemplasi dan diskusi kritis cari solusi atas permasalahan yang terjadi dan pengembangan wacana dalam berbagai segi. Sungguh sayang seribu kali sayang.
Kontempelasi dan evaluasi kritis tetap menjadi relevan terhadap catatan kejadian positif dan negatif, agar dapat ditransmisikan dan ditransformasikan menjadi kebijakan taktis yang positif. Belajar dari kesalahan-kesalahan/kegagalan lalu bukan sikap yang salah, melainkan dapat menjadi proses metamorfosis agar tidak terulang lagi kesalahan/kegagalan yang sama. Berani belajar dari kegagalan agar tidak jadi produk gagal berikutnya. Ada baiknya kita baca buku BERANI GAGAL karya PS LIM (penulis negeri Jiran, Malaysia). Buku yang inspiratif dan sarat makna perubahan.
Bagaimana pula seharusnya ultah suatu daerah/kabupaten?
Paling tidak terhadap kabupaten yang berkembang untuk maju, masih berproses mengejar ketertinggalannya dalam berbagai bidang, jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Ultah daerah itu bukan sekedar acara seremonial rutin belaka yang terkesan kegiatan hanya banyak acara euforia dan menghabiskan anggaran saja. Namun tentu harus lebih bermakna dan bermanfaat demi kemaslahatan rakyat. Ada baiknya diselingi dengan kegiatan diskusi taktis tentang berbagai permasalahan daerah, diantaranya infrastruktur belum merata, BBM langka, PLN, peredaran narkoba internasional, pekat, stunting, daerah tangkap nelayan, masalah transportasi, kualitas pelayanan kesehatan, mutu pendidikan dll. Ada banyak cara untuk melakukan perbaikan dan kebaikan. Bahkan cara bersyukur yang efektif adalah aparatur dan stakeholder daerah menunjukkan kinerja baik dengan semangat kerja keras untuk mengatasi segala kekurangan, kelemahan, hambatan pencapaian tujuan bersama, yakni pemerataan pembangunan, keadilan sosial dan masyarakat sejahtera, bukan pra sejahtera.
Sejarah perlu dicatatkan dengan baik dan akurat, belajar dari peristiwa yang sudah terjadi, menjadi pelajaran bagi generasi nanti. Namun tentu tidak cukup acara seremonial ultah itu bisa jadi agen perubahan pembangunan dalam berbagai bidang yang tertinggal itu tanpa didukung komitmen kuat dan program kerja berkelanjutan untuk memajukan daerah. Momen ultah, jika tidak dimanfaatkan secara optimal, paling hanya bisa jadi ajang nostalgia saja. Acap Kali kita terjebak pada romansa nostalgia perjalanan perjuangan yang penuh dinamika politik dan tidak jarang terperangkap pada stigma merasa jadi “orang yang paling berjasa” atas pencapaian bersama.
Bagaimana peran strategis BPPKKA dalam bertindak sebagai penyelaras KKA dan pilkada KKA?
Sebagai lembaga yang telah berhasil melahirkan KKA tentu punya tanggungjawab moral besar untuk mengawal, mengawasi, melakukan penyelarasan arah kegiatan pembangunan dalam segala bidang, agar KKA tidak salah arah, menyimpang dari tujuan semula, yakni kesejahteraan dan keamanan rakyat, percepatan dan pembangunan infrastruktur, perlindungan masyarakat lokal dalam beraktivitas di daerah perbatasan, keadilan sosial dan lainnya sebagaimana dan sesuai dengan amanat konstitusi NKRI.
Dan selanjutnya bagaimana pula peran BPPKKA dalam menyelaraskan dan memberikan peluang besar kepada figur kandidat pemimpin KKA, yang selaras dengan aspirasi masyarakat KKA?
Tentu ihwal ini penting mengingat dalam internal BPPKKA terdapat banyak figur yang kapabel dan mumpuni, baik dari segi pendidikan, pengalaman, wawasan, pergaulan tingkat tinggi yang layak diunggulkan. Jadi dalam hal ini tentu lebih bijak mengusulkan figur lokal sebagai kandidat di pentas pilkada KKA yang tidak lama lagi. Jika KKA saja bisa dilahirkan oleh BPPKKA, maka tentu akan demikian pula untuk mengusulkan figur internal BPPKKA yang tepat untuk menjadi kontestan dalam kontestasi pilkada KKA nanti.
Jika ada orang kita, kenapa tidak?
Bukankah salah tujuan kita berjuang memekarkan KKA dulu adalah memberikan kesempatan luas kepada putra putri KKA untuk berkiprah dalam politik dan pemerintahan serta pengusaha. Inilah salah satu dinamika politik penting yang harus dibahas secara komprehensif dan terbuka oleh stakeholder BPPKKA dan masyarakat KKA. Mau dibawa kemana KKA ke depan? Jika tidak ada figur lokal BPPKKA dan/atau putra putri terbaik KKA yang mau dan pantas jadi kontestan, maka barulah ditawarkan dan beri kesempatan kepada figur rantauan asal KKA yang tidak kalah baik pula kapabilitasnya.
Ingatlah dalam kaidah dan dinamika pragmatis politik itu dikenal jargon “Tiada kawan sejati kecuali kepentingan”. Kelihatan agak ekstrem, namun kadang-kadang begitulah realita dan faktanya. Kepentingan politik kita yang lebih mendesak adalah diantaranya membuka peluang kepada politikus lokal, agar fokus dan bertungkus lumus untuk segera mengambil peran aktif untuk memajukan kehidupan sosial ekonomi dan politik masyarakat KKA menuju kesejahteraan merata. Bukan hanya sejahtera cuma segelintir kelompok saja.
Siapakah yang semestinya lebih penting merayakan dan menjadi objek pembahasan serta menjadi also starring dalam tiap perayaan ultah KKA?
Tentulah pihak yang menjadi sasaran pokok tujuan pemekaran itu, yakni rakyat jelata, bukan hanya pejabat atau kaum tertentu saja. Apalagi jika mayoritas masyarakat daerah dimaksud mayoritas masih hidup dibawah garis kemiskinan alias pra sejahtera (marjinal) atau sebutan kampung yaitu disebut kaum PAPA KEDANA. Sungguh fakta ini mengusik hati nurani kita untuk menelisik dan menyelaraskan kinerja eksekutif dan legislatif daerah tersebut. Ada apa dengan kinerja dan strategi pembangunan yang diprioritaskan mereka? Lalu siapa yang baru dapat hidup sejahtera? Jika kesejahteraan tidak merata, tentu terindikasi ada yang salah kelola.
Bagaimana pula jika perayaan dan peringatan ultah KKA itu masih terkesan sebagai rutinitas dan seremonial belaka? Bukan fokus menyentuh dan fokus pada evaluasi menyeluruh terhadap pada peningkatan kualitas pelayanan publik dan pengentasan kemiskinan terhadap golongan rakyat yang tersebut diatas? Benarkah itu? Sementara pelayanan publik KKA, diantaranya sektor transportasi, pendidikan, kesehatan masih banyak mengalami kendala terbatasnya sarana dan prasarana, tenaga pengajar, medis, letak geografis, rentang kendali sulit dan secara umum pelayanan rakyat masih belum maksimal dan rakyat kerap dilanda oleh nestapa gundah gulana karena kehidupan sengsara yang belum sirna, bagaimana bisa merasa bahagia? Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan saja, tidak jarang harus dirujuk keluar KKA, karena keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga medis. Sungguh memprihatinkan kita terhadap KKA yang sudah lama mekar. Lalu ini salah siapa kah? Kata ahli ekonomi: TIDAK ADA NEGERI MISKIN, KECUALI SALAH KELOLA (Peter Drucker).. Bukan salah ibu mengandung, akan tetapi terindikasi salah kelola. Ya salah kelola, kata ahli. Bukan kata saya.
Semoga ultah KKA kali ini beda suasana dan dinamikanya. Perlu ada diskusi komprehensif antara eksponen BPPKKA dan pemerintah KKA serta masyarakat KKA untuk menyelaraskan arah kinerja dan kegiatan pembangunan KKA untuk masa datang.
Perlu kajian bersama terhadap hal yang belum terlaksana secara optimal dengan konsep “LAWAN BEDA PENDAPAT, JADIKAN KAWAN UNTUK BERFIKIR”, karena KKA ini telah kita perjuangkan secara bersama-sama dengan segala suka duka dan pahit getir beda pendapat, fitnah dan aneka ragam masalah.
Kita berharap dengan sungguh sungguh masih ada yang berempati serius atas nasib mayoritas rakyat yang belum dapat sepenuhnya menjadi subjek pembangunan dan politik sebagai tujuan awal dari gerakan pemekaran KKA semula. Selama rakyat masih terus menjadi objek politik dengan pola janji tinggi Gunung 1000 janji, maka nasib mayoritas kaum marjinal itu tetaplah berpotensi menjadi fenomenal, karena masalah fundamental belum tersentuh hanya mengulang jadi korban janji manis php/prank politik dan berpotensi jadi jargon kempen pilkada setiap 5 tahun sekali? Kita semua berharap KKA terus berkembang, berbenah dan berjaya.
Selamat ultah KKA, semoga semakin LAWA. Terus menyala. Nyalakan semangatmu untuk KKA yang terbilang dan gemilang.
Editor: Red