Karimun (Cindai.id) _ Dato Nia Wulandari Bagus, S.I.M.B, Direktur Utama PT.Bagus Niaga Internasional (BNI) yang merupakan salah satu perusahaan pemilik dan pengelola pulau Citlim yang berada di Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) gerah dan melontarkan kritik tegas atas kerusakan lingkungan akibat tambang di pulau tersebut.
Berdasarkan Perjanjian Ikatan Pengoperasian dan Ganti Rugi atas Pengusaha Tanah Nomor 289/2004, PT BNI memiliki lahan di Pulau Citlim seluas 103 hektar. Kemudian berdasarkan Izin dari Bupati Karimun Nomor 650/DISPU/1314/X/2020, PT BNI akan melakukan kegiatan clearing untuk pembangunan Fuel Stroge, Power Plant dan Oilstrat Mini atau Kilang Minyak untuk dalam negeri.

Namun melihat kondisi kerusakan pulau Citlim akibat pertambangan pasir darat dan sudah tampak jelas didepan mata serta sudah viral dibeberapa media nasional, Dato Nia Wulandari Bagus S.I.M.B sangat kecewa dan menyayangkan hal tersebut.
Baca Juga:
- Aktivis Nelayan Rudi Irwansyah: Tambang Pasir Laut Berpotensi Konflik Horizontal Antar Nelayan
- Saksi Sejarah Tutupnya Tambang Pasir Laut Tahun 2003, Asal Usul Sebutan ‘Kapal Kerok‘
“Kami, pihak yang memiliki surat resmi atas kepemilikan hak pemanfaatan atas Pulau Citlim ini menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam serta kekecewaan besar atas kerusakan masif yang menimpa pulau tersebut. Kerusakan ini jelas akibat aktivitas pertambangan yang asal-asalan dan tidak menutup kemungkinan tidak sesuai dengan kaedah hukum lingkungan hidup,” terangnya, Jumat (20/06/2025).

Lebih lanjut, Dato Nia menyampaikan bahwa Pulau Citlim adalah pulau kecil dengan nilai ekologis dan strategis tinggi. Seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
“Sebagai pemegang hak yang sah, kami menegaskan bahwa tidak pernah ada persetujuan ataupun pelibatan kami dalam aktivitas destruktif yang berlangsung saat ini,” tegasnya dengan nada kesal.
Baca Juga:
- Prof Agung Dhamar Syakti: Sebagai Pakar Saya Tidak Mendukung Tambang Pasir Laut di Kepri
- Guru Besar IPB University: Kepri Jadi Pelabuhan Terbesar di Dunia atau Pulau Hilang
Dato Nia juga menyatakan mendukung penuh langkah tegas Presiden Republik Indonesia dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam mengusut tuntas aktivitas tambang pasir darat di Pulau Citlim, serta mendorong penegakan hukum yang adil dan transparan serta menolak keras segala bentuk perusakan lingkungan, baik di daratan maupun perairan, yang mengancam kelestarian ekosistem di kawasan pulau kecil.
“Kami akan membantu mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat, termasuk oknum yang diduga memfasilitasi atau membekingi kegiatan ilegal tersebut serta siap bekerja sama dengan pemerintah pusat maupun daerah dalam upaya pemulihan Pulau Citlim serta mendorong pengelolaan wilayah tersebut secara legal, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan lingkungan dan masyarakat,” tambahnya.
“Pulau-pulau kecil bukan hanya aset strategis negara, tetapi juga warisan penting bagi generasi mendatang. Sudah saatnya praktik perusakan lingkungan yang dilakukan demi keuntungan sesaat dihentikan. Kami berharap proses hukum berjalan dengan adil, dan pihak-pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku,” tutup Dato Nia.
Sebelumnya, berdasarkan hasil sidak KKP pada Rabu (19/6/2025), menemukan kerusakan masif diduga akibat aktivitas penambangan ilegal saat inspeksi mendadak di Pulau Citlim, Kabupaten Karimun, Kepri, yang berpotensi mengganggu ekosistem pesisir dan merusak keberlanjutan sumber daya kelautan setempat.
Dapat diketahui, dilokasi pulau Citlim terdapat dua perusahan tambang pasir darat yang mengantongi Izin Usaha Pertambangan Oprasi Produksi (IUP OP) yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Kepri, yaitu PT. Jeni Prima Sukses seluas 53,30 hektar dan PT. Asa Tata Mardivka seluas 36,80 hektar.
Sampai berita ini ditayangkan, awak media ini terus berupaya mengkonfirmasi pihak-pihak terkait. (red)