Oleh: Edi Susanto (Edi Cindai) Penggiat Anti Korupsi, Pemerhati Lingkungan, Ketua Umum CINDAI Kepri | Opini
Opini (Cindai.id) _ Pernahkah kita bayangkan semakin hari semakin sulit dan langka melihat air laut yang jernih yang dihiasi terumbu karang yang indah. Hampir setiap saat mendengar keluhan para nelayan yang semakin sulit menangkap ikan. Harus melaut dengan jarak tempuh cukup jauh karna pesisir pantai sudah sangat tercemar. Pohon mangrove dan terumbu karang yang makin hari makin punah akibat logam berat yang dihasilkan oleh limbah pertambangan yang ada di daratan pulau-pulau di Provinsi Kepulauan Riau?
Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) 96% lautan dan hanya 4% daratan dengan total luas 8.201,72 km² terletak di bagian barat Indonesia, tepatnya di wilayah pesisir pulau Sumatera ini memiliki 2.408 pulau. Namun yang berpenghuni hanya 394 pulau dengan total jumlah penduduk lebih kurang 2 juta jiwa dari dua Kota dan lima Kabupaten bersempadan langsung dengan negara Singapura.
Dengan hanya potensi 4% daratan, apakah mau disubsidi daratan tersebut dengan negara Singapura dalam bentuk pasir laut yang disedot dari perairan Kepri dan ditimbun untuk daratan baru Singapura?
Kemudian apa hak kita akan mengorbankan 96% potensi kelautan dan perikanan yang dimiliki Kepri untuk keberlanjutan anak cucu kita kedepan?

Sejarah Singkat Ekspor dan Penghentian Tambang Pasir Laut
Singapura sangat mengandalkan pasir Laut Indonesia untuk memperluas wilayah daratannya. Perlu diketahui, sebelum larangan ini diberlakukan, dikutip dari Reuters, rata-rata lebih dari 53 juta ton pasir Indonesia di kirim ke Singapura per tahun antara tahun 1997 hingga 2002. Akibat dari ekspor pasir laut dari Indonesia itu, Singapura berhasil memperpanjang bibir pantainya sejauh 12 kilometer.
Proyek reklamasi Singapura ini secara historis memicu ketegangan dengan negara-negara tetangga. Malaysia menjadi negara pertama pada tahun 1997 melarang ekspor pasir Laut, disusul Indonesia tahun 2003, Vietnam tahun 2009 dan Kamboja di tahun 2017.

Pada tahun 2003, Indonesia menghentikan ekspor pasir laut melalui keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor :117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut, dengan poin “Dalam rangka mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau sebagai akibat penambangan pasir laut, serta belum diselesaikannya batas wilayah laut antara Indonesia dengan Singapura, maka dianggap perlu menghentikan sementara ekspor pasir laut”.
Kemudian di tahun 2007, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lagi-lagi larangan tambang pasir laut karna maraknya tambang pasir laut liar, itu tertuang dalam peraturan Menperindag nomor : 02/M-DAG/PER/1/2007. Tidak hanya larangan ekspor pasir, tetapi juga tanah dan top soil (termasuk tanah pucuk dan humus).
Potensi Kerusakan Lingkungan Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pulau Nipah merupakan pulau terluar Indonesia yang terletak di Kepri. Berdasarkan data kementrian PUPR 11 Februari 2004, luas areal Pulau Nipah seluas 60 ha saat air surut, kini hanya tinggal seonggok tanah tersisa tidak lebih dari 90 x 50 meter saat air pasang.

Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo pada 22 Jun 2015 pernah menyatakan, “Ada 2 poin titik untuk mengukur 12 mil wilayah teritorial wilayah NKRI yang berpangkal di Pulau Nipa yang berdaulat penuh yang kemudian 2 mil lagi zona eksklusif. Jadi kalau Pulau Nipa ini tenggelam, 2 titik pangkal ini tenggelam”.
Prof Yonvitner, pakar pesisir dan kelautan Universitas IPB memperingatkan dampak ekologi yang lebih luas, selain dampak langsung seperti kerusakan hutan bakau, padang lamun, terumbu karang dan habitat ikan, pengerukan pasir Laut juga menyebabkan dampak tidak langsung, termasuk pelepasan karbon dari sedimen perairan, terganggunya rantai makanan Laut dan penurunan kebersihan pantai.
Pascal Peruzzi, Direktur GRID Geneva pusat data Program Lingkungan PBB menyatakan, “Pengerukan pasir Laut dapat berdampak buruk terhadap keanekaragaman hayati dan perikanan”.
Dari pernyataan para ahli dan pakar serta data dan fakta hari ini, apakah tidak pernah kita pikirkan dampak kerusakan kedepan akibat dari pengerukan pasir Laut ini?
Dibukanya Pintu Tambang dan Ekspor Pasir Laut
Dari segala macam potensi negatif yang bisa ditimbulkan akibat dari tambang pasir laut, anehnya, lebih dari 20 tahun larangan tambang dan ekspor pasir laut, di era Presiden Jokowi rontok melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Dengan alasan peluang keuangan di tengah meningkatnya permintaan global.

Berdasarkan keterangan dari beberapa sumber, sudah terdapat 66 perusahaan yang akan melakukan kegiatan pengerukan pasir Laut, mulai dari perairan Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun dan Kabupaten Lingga Provinsi Kepri. Sudah menjadi rahasia umum, ada diantaranya diduga nama-nama oknum petinggi negara.
Jika kegiatan Pertambangan Pasir Laut atau Sedimentasi di Laut atau nama lainnya dengan segala bentuk kajian ilmiah yang dianggap masih sangat minim ini akan terus dilanjutkan?
Dengan kondisi masih belum jelas dan pasti berapa cadangan yang akan dihisap dari dasar laut perairan Kepri dan berapa banyak dan lamanya negara diuntungkan oleh aktifitas tersebut, yang jelas hampir pasti, kebutuhan reklamasi di Singapura mencapai 4 milyar kubik.
Dari bebagai macam komentar dari hasil riset para akhi dan akademisi, potensi kerusakan akibat pengambilan pasir Laut yang berlebihan maka akan lama dan sulit untuk alam melakukan pemulihan.
Penambangan pasir laut memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan, seperti kerusakan ekosistem pesisir, hilangnya habitat ikan dan biota laut, erosi pantai, penurunan kualitas air laut, dan pencemaran pantai. Selain itu, kegiatan ini juga dapat merusak wilayah pemijahan dan daerah berkembang biota laut.
Jika dampak potensi kerusakan akibat tambang pasir Laut ini terjadi dalam jangka panjang dan meluas, maka besar kemungkinan akan menghilangkan mata pencaharian Nelayan Kepri kedepan. (Editor: Red)