Tanjungpinang (cindai.id)_ Polemik terkait tidak diperbolehkannya beroprasi kapal pukat dibawah 10 Gros Ton (GT) di perairan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berpotensi akan mematikan mata pencaharian lebih kurang 3000 Kepala Keluarga (KK) nelayan lokal Kepri dan membuat naiknya harga Ikan konsumsi, pakan ikan rucah untuk budidaya perikanan laut serta umpat bubu bento nelayan tradisional.
Hal ini mendapat tanggapan cukup keras oleh Wakil Ketua Cindai Provinsi Kepri, Zulkarnain yang juga Kepala Oprasional Koprasi Nelayan Fajar Sejahtera Mandiri.
“Nelayan pukat kecik ini sudah menjadi kearifan lokal sejak puluhan tahun yang lalu. 3000 KK bergantung hidup dari aktifitas ini. Belum lagi para pembudidaya ikan laut serta nelayan bubu bento,” ungkap Zul sapaan akrabnya.
Zul yang juga putra asli Kabupaten Lingga menambahkan bahwasanya pihak Cindai dan Koprasi Fajar sudah menggandeng beberapa koprasi nelayan tangkap dan budidaya serta kelompok-kelompok nelayan tradisional untuk memperjuangkan legalitas beroprasinya kapal ini. Agar pihak nelayan pukat kecil memiliki kepastian hukum dalam mencari rezeki
“Mereka bekerja bukan untuk cari kaya, hanya cukup untuk makan dengan kondisi kerja yang harus bertaruh nyawa melawan ombak dan angin,” tegasnya.
Dapat diketahui, untuk oprasional kapal pukat cantran 30GT oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan hanya diperbolehkan di perairan Natuna dengan jarak oprasi 12 Mil dari bibir pantai.
“Dimana azas keadilannya untuk nelayan kapal-kapal kecil ini yang sudah melaut puluhan tahun di Kepri, logikanya apa mungkin kapal kecil bisa melaut di sana. Harusnya Gubernur Kepri bertindak tegas agar ada kepastian hukum bagi mereka,” tegas Wakil Ketua Cindai Kepri ini.
Selanjutnya, zul menambahkan agar ada perjuangan yang konkrit dari pemerintah Kepri hingga tidak hilangnya mata pencarian bagi nelayan pukat kecil ini. Sehingga tidak menambah polemik kedepan dan memicu terjadinya aksi turun kejalan untuk menuntut ketegasan Gubernur Kepri.
Penulis: Marlin