Oleh: Dato Nia Wulandari Bagus, S.I.M.B, Sri Indra Mahkota Bintan | Opini
Opini (Cindai.id) _ Sejak zaman Presiden Joko Widodo, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) jauh dari perhatian pejabat pusat. Entah di buat kesengajaan atau memang dibiarkan. Kalo secara yuridis Kepri adalah salah satu pintu masuk Indonesia atau Nusantara dari Vietnam, Kamboja, Malaysia serta Singapura. Bahkan sejak zaman para Wali Allah SWT, seperti Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga berdakwah sejak kerajaan Samudra Pasai.
Sebenarnya kita patut kecewa dengan program Presiden Joko Widodo mengenai program PTSL. Yang di mana program ini sangat merugikan Rakyat dan Negara. Karena bukan hanya lahan, tetapi Hutan Lindung di Kepri pun dijadikan Sertifikat oleh para mafia tanah yang diduga dibekingi oleh pihak asing untuk mengambil hasil bumi di Kepri. Seperti Minyak, Gas, Pasir Laut, Pasir Darat dan bahkan Timah.
Baca Juga:
- Aktivis Nelayan Rudi Irwansyah: Tambang Pasir Laut Berpotensi Konflik Horizontal Antar Nelayan
- Saksi Sejarah Tutupnya Tambang Pasir Laut Tahun 2003, Asal Usul Sebutan ‘Kapal Kerok’
Kita ingin dimasa kepemimpinan Presiden Prabowo ini, bisa bertindak tegas dan mengusut BPN Kepri. Baik Karimun, Batam, Tanjungpinang dan sekitarnya. Dan juga mencabut Ijin – Ijin IUP dan Sertifikat di wilayah hutan lindung, pulau dan laut.
Kembalikan semua itu kepada daerah dan usut semua hasil penjual pasir laut secara ilegal oleh para mafia tambang yang menjualnya ke Singapura pasca sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Serta evaluasi secara menyeluruh izin-izin yang sudah diterbitkan setelah diterbitkannya PP tersebut.
Karna kita menduga, keterlibatan mafia tanah di Pulau Citlim, Moro dan Sugi berhubungan dengan penjual pasir ke Singapore.
Baca Juga:
- Prof Agung Dhamar Syakti: Sebagai Pakar Saya Tidak Mendukung Tambang Pasir Laut di Kepri
- Guru Besar IPB University: Kepri Jadi Pelabuhan Terbesar di Dunia atau Pulau Hilang
Akibat tambang pasir laut secara ilegal yang diduga dilakukan di pulau Citlim dan sekitarnya, banyak nelayan setempat kehilangan mata pencahariannya. Korbannya bukan hanya Nelayan, biota laut pun juga menjadi korbannya sehingga proses simbiosis mutualisme pun tidak bisa berlangsung .
Tambang pasir laut di kepri ini juga mendapat perhatian dari PBB karena rusaknya ekosistem biota laut. Dampak sosial ekonomi masyarakat di daerah Pulau Citlim, Moro dan Sugi yang dimana mereka hanya bisa makan dari hasil laut. Hilangnya pulau satu persatu di Kepri sehingga Negara Singapore berpotensi bisa mengambil wilayah Indonesia.
Untuk itu, kami sebagai Penerus perjuangan para leluhur ingin meminta Presiden Prabowo dan jajaran yang terkait, untuk lebih fokus mengusut permasalahan tambang pasir laut ini. Karena terlalu banyak korban yg di rugikan oleh oknum-oknum yang jahat memperoleh uang dengan cara merampok Indonesia dan kita ingin Pak Presiden Prabowo mengusut aliran dana dan penjualan pasir ini kemana perginya.
Editor: Red