Kepri (Cindai.id) _ Aksi demonstrasi ratusan nelayan Kepulauan Riau (Kepri) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Nelayan Nusantara di Gedung Daerah Provinsi Kepri hari Kamis, 15 Mei 2025 yang berakhir di Kantor DPRD Kepri setelah Ketua DPRD Kepri, Iman Sutiawan, turun langsung menemui massa aksi.
Demo ratusan nelayan Kepri ini menuntut pembatalan kebijakan pembatasan zona tangkap bagi nelayan serta menolak kegiatan pengerukan sedimentasi atau tambang pasir laut di perairan Provinsi Kepri.

Baca Juga: Tambang Pasir Laut, Untung Sementara atau Nelayan Merana Selamanya?
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) turut menanggapi dan melayangkan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah pusat ini.
“Bagaimana hari ini kondisi kawan-kawan nelayan tradisional yang harus berhadapan dengan pola pembangunan yang ekstraktif dan eksploitatif. Tidak heran kemudian sekali lagi memang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) gagal untuk kemudian menjadi kapal besar untuk nelayan Indonesia,” ungkapnya.
Selanjutnya, Sekjen KIARA menganggap kebijakan KKP ini justru merampok ruang hidup nelayan.
“Yang paling menyedihkan hari ini lewat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh KKP itu sendiri, malah ujung-ujungnya merampok ruang hidup para nelayan,” terangnya.
Baca Juga: Ketua BPD Kelong Ungkap BPN, PT GBKEK dan PT HMP Diduga Mencederai Hukum Serta Keadilan
Terkait dengan sedimentasi atau tambang pasir laut, Susan menganggap pemerintah pusat mencari jalan pintas untuk peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
“Berkaitan dengan sedimentasi yang hari ini diambil menjadi salah satu solusi jalan pintas untuk mendorong naiknya PNBP itu adalah tindakan fatal. Karna sekali lagi kita tau bahwa pasir-pasir yang diambil ke Kepri, ujung-ujungnya bukan untuk kesejahteraan nelayan. Tapi itu untuk kemudian membuat Singapur membuka daratan baru. Ini ironisnya bangsa ini. Alih-alih menjadi payung, dan rumah bagi nelayan, malah jadi perampok kawan-kawan di pesisir dan pulau-pulau kecil,” ungkap Susan.
Atas kebijakan penggunaan Vessel Monitoring System (VMS), Susan menilai kebijakan ini memberatkan nelayan kecil dan tradisional.
“Disisi lain juga dengan pemasangan VMS itu sendiri itu juga menyimpan masalah. Karna kita tahu VMS itu bukan hal yang dibutuhkan nelayan tradisional ataupun nelayan kecil. Sekarangkan harganya sudah diturunkan dari 18 juta ke 7 sampi 9 juta. Tapi saya yakin lah nelayan tradisional maupun nelayan kecil tidak sanggup membeli alat itu sendiri,” tambahnya.
“Tapi sebenarnya yang harus kawan-kawan nelayan sadari adalah kalau kemudian menteri KKPnya ini tidak bisa berpihak kepada nelayan harusnya menterinya diganti yah. Karna kita capek, ini sudah masuk dua periode, kebijakannya tidak ada yang signifikan mendorong kesejahteraan nelayan, tapi malah merampok dan melegalkan proyek-proyek ekstraktif yang membuat nelayan semakin jauh dari kata kedaulatan bahkan semakin miskin,” tutup Sekjen KIARA ini. (Red)